Membangun Kembali Pasar Induk Cibitung, Perimadona Ekonomi Bekasi yang Mulai Meredup

Suasana Pasar Induk Cibitung, Kabupaten Bekasi, Sabtu (20/7/2019)



Tangan kekarnya sanggup mengangkat berkilo-kilogram karung. Terakhir, laki-laki paruh baya itu mengangkat karung berisikan bawang merah, lalu meletakkannya begitu saja di lapak milik seorang pedagang. Belum sempat menghapus peluh, dirinya dengan senang hati bercengkrama mengenai pasar induk.
            Bang Tolay, begitu para penghuni Pasar Induk Cibitung memanggilnya. Usianya mau menginjak kepala empat, tapi semangatnya mengais rezeki seakan tak pernah luntur. Pasar Induk Cibitung menjadi tempatnya menggantungkan hidup. Sebagai pedagang, yang juga merangkap kuli panggul.
            “Asli dari Madura, tapi udah tinggal di sini dari 1995. Kerja di pasar dari awal berdiri sepertinya,” ungkapnya sambil mengingat-ngingat.
            Dirinya menuturkan, kegiatan jual beli di Pasar Induk Cibitung seakan tak pernah mati. Buka setiap hari dari pagi hingga pagi lagi. Pembelinya tidak hanya dari wilayah Kabupaten Bekasi saja, tapi sekitaran Jabodetabek juga membeli pasokan sembako dari pasar ini.
            ”Kalau siang banyak pembeli dari Cakung, tapi kalau malam dari Bekasi,” katanya.
            Untuk terus memenuhi permintaan pelanggan, distribusi barang langsung dari petani Pulau Jawa dan bahkan Luar Pulau Jawa.
            Meski merupakan sang pasar perimadona, pasar terbesar di Kabupaten Bekasi ini tentu tidak lepas dari masalah terkait kondisinya.
Sang Perimadona yang Mulai Meredup
            Kumuh, menjadi kesan pertama netra ketika pertama kali memasuki gerbang Pasar Induk Cibitung. Sampah sayuran yang menumpuk dan berserakan di mana-mana seakan menjadi pemandangan biasa. Belum lagi jalanan yang becek dan bau tidak sedap yang menguar ke mana-mana.
            “Ini sudah pernah direnovasi sebelumnya. Dulu malah lebih parah, lumpurnya bisa sampai segini,” ujar Bang Tolay sambil mendeskripsikan ucapannya lebih lanjut. Meski sudah ada buldoser yang bertugas mengangkut sampah, tetap saja masalah ini belum terselesaikan. Menurutnya, hal ini secara tidak langsung memengaruhi intensitas penjualan.
          “Dulu tahun 2000-2014 masih ramai. Nah, setelah tahun 2014 itu jadi mulai sepi. Kalah sama Pasar Induk Kramatjati, atau Pasar Induk Cikopo, yang baru dibangun itu.”
            Faktor pentingnya adalah kenyamanan pembeli dalam berbelanja. Jika kondisi pasar terus kumuh seperti itu, bukan tidak mungkin banyak pembeli yang kabur.
Pendapatannya pun dirasa semakin berkurang. Secara terang-terangan dia menyebutkan pendapatan awal dari 1,8 juta sehari, menyusut jadi 700 ribu sehari.
            Sebenarnya, pasar ini tidak hanya menjual sembako. Di lantai dua, lumayan banyak los yang menjual pakaian. Namun sayang seribu kali sayang, rata-rata los tersebut bangkrut karena kalah saing dengan pasar-pasar yang lain.
            Pasar Induk Cibitung perlahan-lahan mulai kehilangan pamor. Padahal pasar ini merupakan aset dan perimadona ekonomi Bekasi.
“Katanya udah ada rencana mau direnovasi lagi, tapi nggak tahu deh nih,” ucap Bang Tolay.
Para penghuni Pasar Induk Cibitung sangat berharap, Pemerintah Kabupaten Bekasi mau menengok sedikit kondisi pasar dan segera merevitalisasinya secara total.
            Memang, Pasar Induk Cibitung hanya satu dari sekian banyak pekerjaan rumah Pemerintah Kabupaten Bekasi yang harus diselesaikan. Di usianya yang menginjak 69 tahun ini, Kabupaten Bekasi diharapkan mampu mewujudkan pembangunan yang adil dan merata di segala sektor. Termasuk membangun kembali Pasar Induk Cibitung yang jauh tertinggal. Sehingga, Pasar Induk Cibitung kembali mampu menjadi perimadona pasar yang sesungguhnya.
            Salam Bekasi Baru, Bekasi Bersih!
(AP-004/LKJ3.2019)


Komentar