Ilustrasi dari radartanggamus.co.id |
Suram. Mungkin kata yang selalu disebut untuk menggambarkan masa depan para pengguna narkoba. Hidup di bawah bayang-bayang kehancuran, akibat pil pahit yang mereka telan. Narkoba menjadi momok menakutkan bagi setiap orang yang menginginkan cerahnya masa depan.
Bagi kalangan anak muda, tidak dapat dipungkiri bahwa narkoba begitu dekat. Jika salah masuk dalam jurang gelap pergaulan, maka mudah sekali berteman dengan barang jahanam. Mirisnya, para pelajar merupakan sasaran empuk pengedar narkoba. Rayu saja mereka dengan iming-iming kenikmatan, maka tenggelamlah mereka dalam kolam kesesatan.
Narkoba sangat lihai melakukan pendekatan dengan generasi muda. Bahkan melalui cara yang tidak disadari. Logikanya, tidak mungkin generasi muda menggunakan narkoba jika tidak ada pemicunya. Maka, introspeksi perlu dilakukan semua kalangan untuk melawan narkoba terutama target utamanya yaitu generasi muda.
Pertama, di mulai dari diri generasi muda itu sendiri. Pertanyaan seperti; Apakah saya sudah masuk dalam pergaulan yang baik? Bagaimanakah kelakuan saya selama ini? Dan pertanyaan serupa patut dijawab untuk mengintrospeksi sejauh apa diri kita dalam pergaulan. Bergaul dengan banyak orang itu keren dan mudah saja dilakukan, tetapi menjaga pergaulan itu yang sulit.
Kedua, keluarga merupakan objek paling vital bagi narkoba untuk menyentuh para generasi muda. Keharmonisan anggota keluarga tentu mempunyai dampak yang besar. Dalam hal ini, orang tua berperan sebagai kunci kehidupan anak-anaknya. Jika terjadi konflik antar anggota keluarga, maka jangan salahkan kami, para generasi muda yang berteman dengan jahatnya narkoba.
Ketiga, lingkungan sekitar sangat menentukan. Biasanya, anak muda lebih patuh perintah teman-temannya dibanding perintah orang tua atau gurunya. Maka perlu ditegaskan sekali lagi, pergaulan merupakan faktor penentu masuknya narkoba dalam jiwa generasi muda. Dalam hal ini, tempat yang rentan menjadi jembatan pergaulan generasi muda adalah sekolah.
Sebagian besar waktu para generasi muda dihabiskan di sekolah. Saat waktu sekolah tiba, rumah hanya dianggap sebagai tempat numpang tidur dan makan. Selama waktu sekolah, bukannya tidak mungkin generasi muda melakukan 'hal lain' selain belajar.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan bahwa 5,9 juta anak maksimal 18 tahun terindikasi telah menjadi pecandu narkoba. Orang terdekat dan teman sebaya menjadi perantara mereka berteman dengan barang haram tersebut. Modus yang digunakan adalah mengerjakan tugas sekolah atau belajar bersama. Pengawasan guru sebagai orang tua di sekolah tentu sangat diperlukan untuk keadaan darurat seperti ini.
Keempat, peran pemerintah dalam membasmi pengedar narkoba. Pemerintah melalui kelembagaannya juga perlu mengintrospeksi apakah kinerjanya selama ini sudah sesuai atau belum untuk memerangi narkoba.
Dilansir dari sumbar.antaranews.com, untuk periode Januari hingga Desember 2017 saja, Badan Narkotika Nasional (BNN) telah mencatat 46.537 kasus narkoba dengan 58.365 tersangka. Apalagi terus ditambah dengan kasus tahun 2018 dan selanjutnya 2019. Jika tidak segera ditindak lanjuti, bukan hanya berpengaruh buruk terhadap masa depan generasi muda. Masa depan Indonesia pun turut dipertaruhkan karena anak mudanya tidak bisa berpikir jernih akibat penggunaan narkoba.
Menjadi bagian dari generasi muda memang tidaklah mudah. Beratnya tugas dan tuntutan yang diemban ditambah sejumlah tantangan yang melintang membuat sejumlah pelarian datang tak diundang. Narkoba adalah satu dari sekian banyak pelarian. Sayangnya, narkoba menuntun untuk berlari ke arah yang salah.
Sederhananya, melawan narkoba tidak seperti melawan penjajah. Dengan mengintrospeksi diri dan membersihkan hati, narkoba dengan mudah dapat diperangi. Jiwa muda bukan berarti tidak bisa apa-apa. Bergerak untuk saling mengingatkan dan menjauhi pergaulan bebas harusnya bisa dilaksanakan. Generasi muda, lawan narkoba! (hsl)
Komentar
Posting Komentar